Bagaimana Strategi Prabowo Hadapi Tarif Resiprokal pada Awal April 2025 yang Diberlakukan Trump?

OPINI

Admin

4/7/20251 min read

Apa makna dari sebuah tarif resiprokal yang tiba-tiba dijatuhkan oleh negara adidaya terhadap negara berkembang seperti Indonesia? Apakah benar surplus perdagangan harus selalu dibayar dengan pembatasan? Dan ketika Donald Trump memutuskan untuk mengenakan tarif 32% terhadap produk Indonesia, apakah itu hanya soal angka, atau lebih kepada posisi tawar di panggung global?

Lalu bagaimana Indonesia harus bersikap? Apakah membalas dengan tarif yang sama akan menyelesaikan masalah, atau justru menjerumuskan kedua pihak ke dalam pusaran perang dagang? Apakah diplomasi masih punya ruang ketika ekonomi dijadikan alat negosiasi politik?

Bagaimana Presiden Prabowo Subianto membaca langkah ini? Apakah ia melihatnya sebagai tantangan diplomatik atau sebagai peluang untuk memperkuat daya tahan ekonomi nasional? Ketika pemerintah memilih tidak membalas dengan tarif balasan, apakah itu tanda kelemahan atau justru bentuk strategi jangka panjang yang lebih matang?

Reformasi regulasi dan upaya hilirisasi—apakah cukup untuk menyeimbangkan tekanan dari luar? Apakah membangun industri dari hulu ke hilir bisa menjadi jawaban jangka panjang atas ketimpangan perdagangan global? Dan apakah rakyat Indonesia siap menjadi pasar utama bagi produk dalam negeri jika ekspor mulai tersendat?

Ketika delegasi diplomatik disiapkan untuk berangkat ke Washington, apa yang sebenarnya dibawa? Kepentingan nasional? Harapan akan keadilan dagang? Atau sekadar upaya menahan arus deras yang tak bisa dikendalikan?

Dan di balik semua itu, pertanyaan yang paling besar: apakah Indonesia akhirnya sedang diuji, bukan hanya soal ekspor dan impor, tapi soal kemandirian ekonomi dan kedaulatan kebijakan dalam menghadapi dunia yang semakin proteksionis?

Penyusun : Tim Kontributor