Pertanian sebagai Lokomotif Kemajuan Kabupaten Cianjur
OPINI


Kabupaten Cianjur adalah salah satu kabupaten strategis di Jawa Barat yang memiliki kekayaan potensi luar biasa, baik dari sisi geografis, demografis, sumber daya alam, hingga kekayaan budayanya. Terletak di antara dua pusat kekuatan ekonomi nasional—Jakarta dan Bandung—Cianjur memiliki posisi yang sangat penting sebagai daerah penyangga, khususnya dalam mendukung ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan di tingkat regional maupun nasional.
Dengan luas wilayah mencapai 3.433 km² dan jumlah penduduk sebesar 2,543 juta jiwa (berdasarkan Sensus Penduduk 2023), Cianjur menyimpan kekuatan besar yang, apabila dikelola dengan tepat dan berkelanjutan, mampu mendorong kabupaten ini menjadi salah satu daerah termaju di Indonesia.
Pilar Pembangunan: Geografi, SDA, dan Budaya
Keunggulan Cianjur dibangun atas tiga fondasi utama yang saling menguatkan, yaitu potensi geografis dan demografis, kekayaan sumber daya alam (SDA), serta warisan budaya yang mengakar kuat. Ketiganya membentuk sebuah "segitiga emas" yang dapat menjadi landasan kokoh bagi arah pembangunan daerah.
Budaya Sunda sebagai identitas masyarakat Cianjur bukan hanya sekadar warisan, melainkan menjadi pilar penting dalam pembentukan karakter masyarakat. Budaya ini memperkuat nilai-nilai gotong royong, religiusitas, kesederhanaan, dan kepedulian sosial yang menjadi modal sosial penting dalam pembangunan. Dalam aspek ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, nilai-nilai budaya ini tercermin dalam perilaku masyarakat yang masih mengedepankan kearifan lokal.
Sementara itu, kekayaan sumber daya alam Cianjur, terutama dalam sektor pertanian, menjadikan daerah ini sebagai salah satu sentra produksi pangan nasional. Tanah yang subur, iklim yang mendukung, dan topografi yang bervariasi sangat ideal untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian, baik pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, maupun perikanan air tawar.
Pertanian: Ujung Tombak Perekonomian Cianjur
Sektor pertanian di Cianjur selama ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pertanian tidak hanya menjadi mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat, tetapi juga merupakan pondasi kemandirian ekonomi yang relatif stabil di tengah dinamika global.
Komoditas seperti padi, jagung, sayuran hortikultura, kopi, teh, dan berbagai produk peternakan dan perikanan telah lama menjadi andalan. Cianjur pun dikenal sebagai salah satu daerah penopang kebutuhan pangan bagi DKI Jakarta dan wilayah Bandung Raya. Artinya, peran Cianjur dalam konteks ketahanan pangan nasional sangat krusial.
Namun, seiring meningkatnya tekanan pembangunan, terutama dari sektor industri dan pemukiman, tantangan besar mulai muncul. Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi kawasan industri dan perumahan menjadi ancaman nyata. Jika tidak diantisipasi dan dikendalikan, tren ini akan mengganggu keseimbangan ekosistem, menurunkan produksi pangan, dan memperburuk risiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang belakangan semakin sering terjadi.
Pertumbuhan Ekonomi vs Keberlanjutan
Memang, pertumbuhan sektor industri patut diapresiasi karena memberikan dorongan terhadap peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja. Namun, pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan kedaulatan pangan. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan perlu diarahkan pada keseimbangan antara industrialisasi dan pelestarian sektor pertanian.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pendekatan clustering, yaitu pembangunan industri berbasis potensi wilayah. Wilayah yang potensial untuk pertanian harus dilindungi dengan perencanaan tata ruang yang ketat, sementara wilayah yang sesuai untuk industri dapat dikembangkan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Ironi di Tengah Potensi: Masalah Sosial yang Tak Kunjung Usai
Di balik potensi besar yang dimiliki, kenyataannya masyarakat Cianjur masih menghadapi berbagai tantangan sosial yang belum terselesaikan. Stunting, kemiskinan, kelaparan, keterbatasan akses pendidikan dan layanan kesehatan, serta kerusakan lingkungan masih menjadi pemandangan yang nyata di berbagai pelosok daerah.
Ini tentu menimbulkan pertanyaan reflektif bagi kita semua:
Apakah masyarakat Cianjur telah benar-benar menikmati kekayaan alam dan potensi wilayah yang mereka miliki? Ataukah kita hanya menjadi penonton di tanah sendiri, sementara pihak lain menikmati hasilnya?
Pertanyaan ini seharusnya menjadi panggilan nurani bagi seluruh elemen, baik pemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat sipil, untuk melakukan introspeksi dan bergerak bersama membangun Cianjur secara inklusif dan berkelanjutan.
Harapan pada Pemerintahan Wahyu–Ramzi: Pertanian sebagai Prioritas Nyata
Pemerintahan Wahyu–Ramzi yang baru menjabat membawa harapan baru bagi masyarakat Cianjur. Salah satu hal yang paling dinantikan adalah arah kebijakan mereka terhadap sektor pertanian. Lima tahun ke depan adalah masa yang sangat menentukan—apakah sektor pertanian akan benar-benar dijadikan lokomotif pembangunan, atau justru hanya menjadi pelengkap dalam perencanaan yang tidak prioritatif?
Kebijakan pertanian yang berpihak kepada petani kecil, pengembangan infrastruktur pertanian, inovasi teknologi, perlindungan lahan produktif, serta akses pasar yang lebih luas, akan menjadi indikator utama dalam menilai keseriusan pemerintah daerah dalam menjadikan pertanian sebagai ujung tombak pembangunan.
Penutup: Kolaborasi untuk Masa Depan
Cianjur memiliki semua yang dibutuhkan untuk menjadi kabupaten yang mandiri, maju, dan berkelanjutan. Tapi semua itu tidak akan tercapai jika kita berjalan sendiri-sendiri. Diperlukan kolaborasi lintas sektor—pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan akademisi—untuk bersama-sama mewujudkan visi besar ini.
Jika kita mampu menjadikan pertanian sebagai lokomotif utama pembangunan, maka Cianjur bukan hanya akan menjadi penopang ketahanan pangan nasional, tetapi juga simbol keberhasilan pembangunan berbasis kearifan lokal dan keberlanjutan lingkungan.
Kini saatnya kita bertanya,
Cianjur ke mana? Menuju kemajuan berbasis potensi dan identitas lokal, atau terjebak dalam pembangunan yang tidak berpijak pada realitas masyarakatnya sendiri?
Jawabannya ada di tangan kita semua. Mari jadikan pertanian bukan sekadar warisan, tetapi masa depan.
Oleh: Alfian Syukur
Wakil Ketua DPD KNPI Cianjur, Bidang Pertanian dan Ketahanan Pangan