Sekolah Ambruk, Harapan Anak Pinggiran Ikut Runtuh

Penulis : Endang Sutanto

OPINI

9/11/20252 min read

Sudah delapan dekade Indonesia merdeka, tetapi hak pendidikan masih menjadi barang mewah bagi sebagian warga. Realitas ini tampak jelas di Kampung Ciawitali, Desa Bojongkaso, Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciawitali yang berdiri sejak 10 Januari 1979 kini tinggal sejarah. Sejak 2017 bangunannya mulai ambruk, dan pada 2024 sekolah itu rata dengan tanah.

Alih-alih membangun kembali sekolah, pemerintah justru menggabungkannya dengan SDN Budi Setra yang jaraknya cukup jauh. Solusi ini menyulitkan warga. Banyak anak harus berjalan jauh, bahkan ada yang menyeberangi sungai dengan rakit demi bisa sekolah di Sukabumi. Sebagian orang tua akhirnya membangun ruang belajar darurat dari bambu dan terpal agar anak-anak tetap bisa belajar.

Sayangnya, kasus Ciawitali bukan fenomena tunggal. Data Dinas Pendidikan Cianjur mencatat sekitar 2.500 ruang kelas SD mengalami kerusakan berat, 1.500 rusak sedang, dan 2.000 rusak ringan pascagempa 2022 (Antara, 2024). Bahkan, 165 bangunan SD dan 579 ruang belajar rusak akibat bencana (Antara, 2022). Artinya, ribuan anak di Cianjur masih bersekolah di ruang yang tidak layak.

Dampaknya, banyak anak terpaksa meninggalkan bangku sekolah. Data Kemendikdasmen 2025 menunjukkan 2.501 anak SD di Cianjur putus sekolah, sementara 4.784 anak lulus SD tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya (Cianjur Jabar Ekspres, 2025). KPAI juga mencatat 367 anak SD/MI di Cianjur putus sekolah (Antara, 2024).

Situasi ini berkaitan erat dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Cianjur. Meski ada kenaikan dari 65,36 (2020) menjadi 68,89 (2024) dan masuk 10 besar percepatan IPM di Jawa Barat (BPS Cianjur, 2023), Cianjur tetap berada di peringkat terbawah dari 27 kabupaten/kota di provinsi ini (Cianjur Jabar Ekspres, 2025). Pertumbuhan angka tidak serta merta mencerminkan pemerataan kualitas hidup, apalagi di sektor pendidikan.

Bung Karno pernah berkata, “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.” Sejarah SDN Ciawitali adalah bukti perjuangan masyarakat desa dalam mendirikan pendidikan sejak puluhan tahun lalu. Membiarkan sekolah itu lenyap berarti menghapus jejak sejarah kolektif mereka.

Presiden ke-3 RI, B. J. Habibie, juga menekankan, “Pendidikan adalah jembatan emas untuk membawa bangsa menuju masa depan yang lebih baik.” Membiarkan anak-anak Ciawitali belajar di bawah terpal atau menyeberangi sungai jelas bertentangan dengan visi besar bangsa ini.

Solusi terbaik adalah mengembalikan status SDN Ciawitali. Dengan infrastruktur layak dan guru memadai, anak-anak tidak perlu lagi belajar di bawah terpal atau menyeberangi sungai untuk bersekolah. Pendidikan adalah hak dasar, bukan hadiah. Jika negara serius menunaikan amanat konstitusi, anak-anak di pinggiran seperti Ciawitali berhak merasakan pendidikan yang sama dengan mereka yang tinggal di pusat kota.

Penulis merupakan Wakil Ketua Bidang Pendidikan, Riset, dan Teknologi
KNPI Kabupaten Cianjur

Sumber Data:

  • Antara News (2024) – 2.500 ruang kelas SD di Cianjur rusak berat

  • Antara News (2022) – 422 fasilitas pendidikan di Cianjur rusak akibat gempa

  • Cianjur Jabar Ekspres (2025) – 2.501 anak SD putus sekolah, 4.784 tidak melanjutkan

  • Antara News (2024) – 367 anak SD/MI putus sekolah menurut KPAI

  • BPS Cianjur (2023) – IPM Cianjur naik menjadi 68,89 pada 2024

  • Cianjur Jabar Ekspres (2025) – IPM Cianjur tetap terbawah di Jawa Barat