Selamat Lebaran: Tiada Kata Maaf Bagi Penindasan

OPINI

Admin

3/31/20252 min read

Lebaran adalah momen yang sangat dinanti-nanti oleh umat Muslim di seluruh dunia. Selain menjadi waktu untuk merayakan kemenangan setelah menjalani bulan puasa, Lebaran juga merupakan kesempatan untuk bersilaturahmi, mempererat hubungan sosial, dan menguatkan nilai-nilai kebersamaan. Namun, di balik kegembiraan tersebut, terdapat pesan mendalam yang perlu diingat: tiada kata maaf bagi penindasan.

Menghargai Keadilan Sosial

Secara deduktif, perayaan Lebaran seharusnya bukan hanya tentang individu yang membersihkan diri dari dosa dan kesalahan, tetapi juga tentang masyarakat yang membersihkan diri dari ketidakadilan dan penindasan. Lebaran adalah simbol kemenangan bukan hanya dalam konteks spiritual, tetapi juga sosial. Kemenangan ini seharusnya diikuti dengan refleksi terhadap kondisi sosial dan ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita.

Penindasan dalam berbagai bentuk, baik dalam sektor ekonomi, sosial, maupun politik, merusak keseimbangan dan kedamaian dalam masyarakat. Saat kita merayakan kebahagiaan, tidak ada tempat bagi penindasan untuk terus dibiarkan. Dalam konteks ini, tidak ada kata maaf bagi mereka yang terus-menerus menindas dan mengesampingkan keadilan bagi sesama.

Mengutip Pemikiran Tokoh Pergerakan

Pandangan ini sejalan dengan teori-teori sosial yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh besar dalam gerakan perlawanan terhadap penindasan. Salah satunya adalah Frantz Fanon, seorang psikolog dan filsuf asal Martinik yang banyak menulis tentang penindasan rasial dan kolonialisme. Dalam bukunya The Wretched of the Earth (1961), Fanon menekankan bahwa perjuangan melawan penindasan adalah hal yang mendasar untuk mencapai pembebasan sejati. Ia menulis, "Kebebasan hanya dapat tercapai melalui pembebasan dari segala bentuk penindasan yang membelenggu martabat manusia." Menurut Fanon, selama penindasan masih ada, tidak ada ruang bagi perayaan atau perbaikan sosial sejati.

Selain itu, Antonio Gramsci, seorang filsuf dan politikus asal Italia yang terkenal dengan konsep hegemoni, juga memberikan kontribusi penting terhadap pemikiran mengenai penindasan. Gramsci menekankan pentingnya kesadaran kelas dalam perjuangan melawan ketidakadilan sosial. Dalam bukunya Prison Notebooks, ia mengatakan, "Kekuatan tidak hanya ada dalam alat-alat fisik, tetapi juga dalam kapasitas untuk membentuk kesadaran dan pandangan dunia." Ini berarti, penindasan bukan hanya soal dominasi fisik, tetapi juga terkait dengan pengaruh ideologi yang membentuk pemikiran masyarakat. Oleh karena itu, perjuangan melawan penindasan harus mencakup perubahan dalam cara pandang dan kesadaran kolektif.

Menjadi Agen Perubahan

Lebaran bukan hanya soal ritual dan tradisi, tetapi juga tentang perubahan yang lebih besar. Dalam konteks ini, masyarakat seharusnya bertanggung jawab untuk tidak hanya memaafkan, tetapi juga menuntut pertanggungjawaban terhadap mereka yang berperan dalam penindasan. Ini bukan berarti menolak prinsip pemaafan dalam konteks personal, tetapi lebih pada menegaskan bahwa sistem penindasan yang merugikan banyak pihak harus dihentikan.

Menurut Mahatma Gandhi, pemimpin pergerakan kemerdekaan India, "Tidak ada perdamaian tanpa keadilan." Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa selama penindasan masih terjadi, perdamaian sejati dan kebahagiaan bagi semua pihak akan sulit tercapai. Oleh karena itu, Lebaran seharusnya menjadi momen untuk mengingatkan diri kita bahwa perjuangan untuk keadilan dan kesejahteraan bagi semua orang harus menjadi bagian integral dari kehidupan kita.

Kesimpulan

Lebaran adalah waktu yang tepat untuk merenung dan merefleksikan kondisi sosial di sekitar kita. Tiada kata maaf bagi penindasan, karena penindasan merusak fondasi kedamaian dan kebersamaan yang seharusnya menjadi inti dari perayaan ini. Seperti yang diajarkan oleh tokoh-tokoh besar dalam sejarah, seperti Frantz Fanon, Antonio Gramsci, dan Mahatma Gandhi, keadilan sosial dan pembebasan dari penindasan adalah perjuangan yang harus terus diupayakan. Oleh karena itu, semangat Lebaran harus lebih dari sekadar ritual, tetapi juga menjadi panggilan untuk bertindak, memperjuangkan keadilan, dan menghentikan segala bentuk penindasan dalam masyarakat.

Penulis : Admin KNTL